Minggu, 16 Desember 2012

PENGARUH TUGAS YANG MENUMPUK DENGAN BERKURANGNYA KUALITAS TIDUR MAHASISWA.


Tugas merupakan salah satu cara yang dilakukan pengajar atau dosen untuk mengukur seberapa jauh kemampuan mahasiswa dalam menangkap dan memahami materi yang telah disampaikan sebelumnya. Tugas juga biasa digunakan oleh dosen sebagai salah satu cara untuk memberi penilaian akhir dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, para mahasiswa mencoba menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik mungkin agar dapat mendapatkan hasil akhir atau nilai yang diharapkannya. Selain itu pemberian tugas juga digunakan sebagi cara untuk memastikan keterlibatan pelajar dengan pelajaran yang telah disampaikan, apakah mahasiswa itu dapat memahami pelajaran yang telah disampaikan yang kemudian secara langsung atau tidak langsung dapat memberi latihan kepada mahasiswa supaya dapat menerapkan apa yang telah mereka lihat, dengar dan pelajari sebelumnya
.
Pemberian tugas dimaksudkan agar mahasiswa dapat belajar tidak dalam lingkup kampus saja tetapi diharapkan dapat belajar juga diluar lingkungan kampus dengan harapan lebih lanjut dapat membangun kelompok diskusi dengan teman sejawatnya. Sehingga timbulah interaksi yang aktif dan positif dalam diskusi itu. Keterlibatan secara kognitif dan emosi dalam pola berfikir dan cara berfikir, ataupun pengalaman inilah yang akan menimbulkan perenungan dan perdebatan yang secara tidak langsung akan menambah wawasan dan pengetahuan dari mahasiswa. Oleh sebab itu, tugas bukanlah hanya sekedar tambahan ataupun hanya untuk penilaian kepada para mahasiswa, namun juga dimaksudkan sebagai bagian dari rencana terpadu dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kreatifitas mahasiswa dalam pengolahan materi. Mungkin dengan pemberian tugas dari dosen, mahasiswa akan memperoleh tambahan dari materi yang telah disampaikan pengajar lewatliterature yang lain, dan secara otomatis mahasiswa terlibat dalam pembelajaran dan membangun sebuah dialog.
Ada dua bentuk tugas yang biasanya diberikan, yang pertama tugas individu yaitu tugas yang diberikan kepada masing-masing mahasiswa dengan bobot yang sama satu sama lainnya, untuk tugas jenis ini mahasiswa dituntut untuk mengerjakan sendiri. Bentuk yang kedua adalah tugas kelompok, tugas yang diberikan kepada beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa mahasiswa, untuk tugas jenis ini mahasiswa dituntut agar bisa bekerjasama antar anggota kelompok sehingga tercipta diskusi dan pertukaran pendapat antar anggota kelompok dan mendapatkan hasil diskusi yang merupakan gabungan pola pikir dari anggota kelompok. Namun pada pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh dosen. Tugas kelompok ini biasanya dimanfaatkan oleh mahasiswa yang bisa dikatakan malas untuk tidak mengerjakan. Mereka memiliki pengertian bahwa mengerjakan atau tidak mengerjakan pasti akan dikerjakan juga oleh teman sekelompoknya. Sehingga jenis tugas ini kurang efektif bila dijadikan sebagai patokan penilaian, karena mungkin ada anggota kelompok yang tidak ikut mengerjakan sebagaimana mestinya.              
Pemberian tugas yang diberikan kepada siswa dengan yang diberikan kepada mahasiswa tentu berbeda. Perbedaan itu terletak pada pola pemberian dan bobot tugas itu sendiri. Biasanya tugas yang diberikan kepada mahasiswa tugas berupa soal analisis sesuai dengan materi dan mahasiswa dituntut mempunyai literature yang lengkap agar menghasilkan pegerjaan yang maksimal. Selain itu, tugas juga sangat berpengaruh terhadap nilai akhir karena dosen lebih sering memberikan tugas daripada penyampaian materi. Semakin banyak SKS yang diambil oleh mahasiswa tentunya secara otomatis tugas yang akan diemban oleh mahasiswa juga akan banyak. Sehingga mahasiswa harus mempunyai konsekuensi dalam pengambilan SKS itu.
Dalam pemberian tugas setiap dosen tidak memperhatikan apakah dosen yang lain juga memberikan tugas. Sehingga seringkali ada tugas yang menumpuk yang harus diselesaikan dalam waktu yang sama. Untuk itu, mahasiswa dituntut menyelesaikan pada waktu yang telah ditentukan sehingga dibutuhkan pikiran ekstra untuk menyelesaikannya. Seringkali mahasiswa membutuhkan waktu lembur untuk bisa menyelesaikannya, secara otomatis kualitas tidur akan berkurang. Padahal kurangnya tidur dapat mengganggu metabolisme dan fisiologi tubuh, begitu juga mood, hubungan dengan orang lain dan konsentrasi. Padahal waktu tidur yang cukup sangat diperlukan agar tubuh punya waktu untuk melakukan recovery sehingga punya kekuatan untuk menjalankan aktivitas seharian keesokan harinya.
Gangguan yang disebabkan oleh kurangnya tidur, tentunya juga selain akan mengganggu kesehatan mahasiswa, juga akan menghambat mahasiswa dalam menerima materi baru yang disampaikan oleh dosen. Sering juga dengan materi yang baru tidak jarang dosen akan memberi tugas yang lain lagi.
Dari survey yang saya lakukan dengan sederhana melalui kuisioner pada jejaring sosial (facebook), saya memperoleh hasil 99% dari responden kuisioner. Mereka mengatakan bahwa kualitas dan jam tidur mereka berkurang dengan banyaknya tugas yang menumpuk dan harus diselesaikan pada minggu yang sama. Apalagi bagi mahasiswa yang mempunyai part time job dan aktif dalam organisasi baik dalam kampus maupun diluar kampus. Sehingga otak dituntut untuk terus bekerja, baik untuk memikirkan tugas dalam pekerjaan, oraganisasi maupun tugas perkuliahannya.
Secara keseluruhan hampir dari semua reponden beralasan karena beban tugas yang dipikirkan itulah yang menjadikan mahasiswa mengalami kualitas tidurnya terasa berkurang. Dalam masalah kurangnya tidur karena beban tugas ini, dibutuhkan ketrampilan dari mahasiswa dalam membagi waktu dan mengatur waktu dalam perkuliahan dan kegiatan di luar perkuliahan. Sebisa mungkin mahasiswa mengerjakan tugas diawal waktu misalnya; hari ini dosen memberikan tugas maka diusakan mulai mengerjakan pada hari ini juga, sehingga pada hari selanjutnya beban tugas sudah sedikit berkurang. Seperti kata pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Selain mahasiswa harus bisa membagi waktu dalam perkuliahan, agar kualitas tidurnya tetap terjaga mahasiswa juga jangan menjadikan tugas sebagai beban, karena beban terlalu banyak dapat mengacaukan ketenangan tidur.
Berikut ini adalah tips agar kualitas tidur dapat terjaga, yaitu:
1.       Rileks sebelum waktu tidur
Stress atau terlalu baanyak pikiran dapat mengurangi kualitas tidur karena beban fikiran akan membuat tidur kita gelisah dan tidak tenang untuk itu sebelum tidur hendaknya buang semua yang menjadi beban fikiran.
2.       Melakukan olahraga di waktu yang tepat
Olahraga teratur dapat membantu untuk mendapatkan tidur yang baik di malam hari. Waktu dan intensitas olahraga tampaknya juga memainkan peran pada efek tidur.
3.       Jagalah kamar tidur tetap tenang, gelap, dan nyaman
Untuk kebanyakan orang, sedikit suara atau cahaya saja sudah dapat mengganggu tidur. Gunakan alat bantu apapun yang bisa menciptakan lingkungan tidur yang ideal. Dan jangan menggunakan lampu jika terbangun di malam hari, karena paparannya bisa memicu risiko kanker, sebagai gantinya gunakan lampu tidur saja.
4.       Makan baik, tidur nyenyak
Jangan pergi ke tempat tidur dengan perut kosong, tetapi hindari pula makanan yang berat sebelum tidur. Beberapa makanan yang dapat membantu tidur adalah susu, telur , pisang dan sebagainya. Juga hindari minum terlalu banyak air di malam hari, karena bisa membuat kita terbangun di tengah malam untuk ke kamar mandi.

WAJAH KOPERASI INDONESIA SAAT INI



Koperasi Indonesia sebagai salah satu bentuk pengamalan terhadap pancasila dan sebagai salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan saat ini bisa dibilang mengalami keadaan yang cukup “mengenaskan” ini bisa kita lihat dari contoh berikut ini yaitu dari koperasi tani dan nelayan di Indonesia. Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan di negara berkembang memang sangat pesat, dan sejak pemerintahan belanda koperasi ini telah diperkenalkan oleh masyarakat indonesia. Pelopor dari koperasi itu sendiri adalah Drs. Moehammad atau Bung Hatta Sang Plokamator Kemerdekaan Koperasi Indonesia. Di negara maju, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan di indonesia, koperasi yang dipelopori oleh Drs. Moehammad atau Bung Hatta ini adalah sebagai suatu gerakan yang sudah dimulai sejak tanggal 12 juli 1947 melalui kongres koperasi di Tasikmalaya.
Di negara berkembang seperti negara indonesia ini, koperasi dirasa perlu di hadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negaradalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningakatan kesejahteraan masyarakat memang harus dilakukan oleh negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai macam perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan  memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan / perlindungan yang diperlukan.
      Selama ini koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan berbasis sektor – sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi langsung ditugaskan untuk melanjutkan program yang kurang beruntung yang ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah TNI dan lain – lain sampai pada hasi penciptaan monopoli yang baru. Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan / kelompok termasuk para peneliti dan media massa. Dalam pandangan pengamatan internasional, negara Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian.
         Permasalahan Dalam Koperasi
            Permasalahan koperasi di Indonesia saat ini lumayan banyak. Diantaranya adalah gambaran koperasi dipandang sebelah mata. Dipandang sebelah mata karna hal itu berasal dari beberapa pikiran masyarakat yang menjadi salah satu penghambat koperasi berkembang menjadi unit ekonomi yang lebih besar, maju dan memiliki daya saing.
Selain itu, perkembangan koperasi dari pemerintah bukan dari kesadaran masyarakat. Hal ini membuat masyarakat berasumsi bahwa koperasi itu seutuhnya dipunyai dan diatur oleh pemerintah. Padahal koperasi hanya bisa berjalan karena adanya anggota yaitu masyarakat. Hal itu juga memacu tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah. Karena koperasi dipandang kita turut bekerja didalamnya. Seperti pengurusan manajemen dan sebagainya. Sedangkan kebanyakan masyarakat menginkan hanya menanamkan modal dan biar orang lain yang mereka rekrut untuk bekerja (Franchise). Berikutnya adalah manajemen koperasi belum professional. Dikatakan demikian karena kebanyakan koperasi yang saya temui masih memakai perhitungan manual dan cara manajemen yang sederhana. Dan yang terakhir adalah pemenrintah terlalu membuat koperasi tidak mandiri. Karena koperasi saat ini berasal dari dana-dana segar tanpa pengawasan.
Selain masalah pengelolaan dan pertumbuhan koperasi  yang patut dilihat lagi adalah manajemen pelaksanaan koperasi itu sendiri yaitu adalah kurangnya anggota koperasi yang cukup berpengalaman dalam melakukan pengelolaan koperasi tersebut, karena anggota aktif akan memberikan dampak yang positif pada suatu koperasi.              Masalah koperasi yang lain juga adalah masalah modalyang sulit didapat. Selain itu permasalahan koperasi yang perlu dilihat lebih lanjut adalah banyaknya pesaing dengan usaha yang sejenis. Pesaing merupakan hal yang tidak dapat dielakkan lagi, tetapi kita harus mengetahui bagaimana menyikapinya. Bila kita tidak peka terhadap lingkungan (pesaing) maka mau tidak mau kita akan tersingkir. Bila kita tahu bagaimana menyikapinya maka koperasi akan survive dan dapat berkembang.
Dalam menanggapi pesaing kita harus mempunyai trik – trik khusus, trik – trik/ langkah khusus tersebut dapat kita lakukan dengan cara melalui harga barang/jasa, sistem kredit dan pelayanan yang maksimum. Mungkin koperasi sulit untuk bermain dalam harga, tapi hal ini dapat dilakukan dengan cara sistem kredit, yang pembayarannya dapat dilakukan dalam waktu mingguan ataupun bulanan tergantung perjanjian. Dengan adanya hal seperti ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat untuk menjadi anggota. Dan selanjutnya masalah penggalakkan dan promosi harus ditingkatkan namun masalah promosi harus membawa pesan-pesan promosi yang baik dan sesuai dengan tujuan dasar dari koperasi tersebut.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang tidak mau repot berorganisasi dan mencoba menjalankan usaha sendiri, mereka hanya ingin instant yang hanya dengan mengeluarkan modal bisa mendapatkan keuntungan yang besar tanpa ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut juga termasuk salah satu penyebab bisa jatuhnya koperasi Indonesia. Masalah ini adalah sebagai pacuan buat para generasi muda penerus bangsa agar berperan aktif dalam perkembangan perkoperasian di Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengikut sertakan diri dalam koperasi, mempelajari dan memahami apa itu koperasi sebenarnya, dan juga membantu pemerintah dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat yang belum mengetahui apa manfaat dari koperasi dan apa arti koperasi itu sendiri.

Rabu, 12 Desember 2012

Pembentukan Koperasi Unit Desa


I.   Pengantar
Makalah ini secara sederhana akan membahas mengenai pembentukan koperasi unit desa. Tujuan koperasi unit desa yaitu untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Dalam kaitan dengan itu, Pemerintah telah bertekad untuk mensejahterakan masyarakat dengan melakukan langkah-langkah dan kebijakan strategis, agar perekonomian nasional dapat semakin tumbuh dan berkembang secara wajar dan proporsional. Komitmen tersebut dilakonkan dengan memprioritaskan pemberdayaan koperasi, pengusaha kecil dan menengah.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka seluk beluk tentang Koperasi, perlu terus diinformasikan kepada masyarakat luas dimana Koperasi sebagai salah satu lembaga ekonomi, harus dapat dipat dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Untuk mengaktualisasikan komitmen tersebut, pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengembangkan usaha melalui wadah koperasi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dan sekaligus menumbuhkan semangat kehidupan demokrasi ekonomi dalam masyarakat.
Berbagai kemudahan telah diusahakan oleh pemerintah. Salah satunya adalah mengganti Inpres Nomor: 4 Tahun 1984 dengan Inpres Nomor 18 Tahun 1998 yang kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Kepmen Nomor 139 Tahun 1998. Pada dasarnya ketentuan tersebut memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendirikan dan atau membentuk koperasi. Masyarakat lebih leluasa untuk menentukan skala/jenis usaha koperasi sesuai dengan kepentingan anggota, tanpa terikat pada nama dan wilayah kerja koperasi. Di samping itu, pengesahan akta pendirian koperasi, juga dipermudah, yaitu dilakukan oleh pejabat Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah tingkat Kabupaten/Kodya.
II.   Pengertian
Secara tegas, saya perlu memberikan makna yang jelas terhadap pengertian Koperasi. Hal ini perlu dipertegas untuk menghindari perbedaan pemahaman atau penafsiran yang kemungkinan akan terjadi.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan (baca : sambutan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah). Kejelasannya adalah dalam wadah Koperasi ada orang-orang yang bertugas untuk mengatur dan menjalankan perkoperasiaan yang didasarkan atas prinsip  adan atau azas kekeluargaan untuk kesejahteraan bersama.
III.  Prinsip Koperasi
Seluruh Koperasi dimana pun keberadaannya dalam Wilayah Republik Indonesia wajib menerapkan dan melaksanakan prinsip prinsip koperasi.
Prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut:
  • keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
  • pengelolaan dilakukan secara demokratis;
  • pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
  • pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
  • kemandirian;
  • pendidikan perkoperasian;
  • kerja sama antar koperasi.
Atas dasar prinsip itu, setiap pengurus dan anggota koperasi harus secara sukarela, terbuka dan demokratis melakukan pengelolaan secara bersama untuk kesejahteraan bersama atas dasar kekeluargaan.


IV.             Bentuk dan Kedudukan Koperasi.
4.1. Bentuk Koperasi
  1. Koperasi terdiri dari dua bentuk, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
  2. Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang.
  3. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang beranggotakan Badan-Badan Hukum Koperasi, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi yang telah berbadan hukum.
  4. Pembentukan Koperasi (Primer dan Sekunder) dilakukan dengan Akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
4.2. Kedudukan Koperasi
1. Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia
2.  Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.
3. Di Indonesia hanya ada 2 (dua) badan usaha yang diakui kedudukannya sebagai badan hukum, yaitu Koperasi dan Perseroan Terbatas (PT). Oleh karena itu kedudukan hukum Koperasi sama dengan Perseroan Terbatas.
V.   Persiapan Pembentukan Koperasi Unit Desa
Bahwa anggota masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus mengerti maksud dan tujuan berkoperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota. Pada dasarnya koperasi dibentuk dan didirikan berdasarkan kesamaan kepentingan ekonomi.
Agar mencapai tujuan tersebut, orang-orang yang akan mendirikan koperasi perlu memahami tentang pengertian, maksud, dan tujuan koperasi. Struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan prospek pengembangan koperasinya.
Untuk memahami hal itu, diharapkan dapat menghubungi dan berkonsultasi dengan orang-orang yang mempunyai tingkat kepakaran di bidang perkoperasiaan dan atau Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah setempat untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan serta latihan.
VI.  Rapat Pembentukan Koperasi
Bahwa proses pendirian sebuah koperasi diawali dengan penyelenggaraan Rapat Pendirian Koperasi oleh anggota masyarakat yang menjadi pendirinya. Pada saat itu mereka harus menyusun anggaran dasar, menentukan jenis koperasi dan keanggotaannya sesuai dengan kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya, menyusun rencana kegiatan usaha, dan neraca awal koperasi.
Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Misalnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa.
Bahwa pelaksanaan rapat pendirian yang dihadiri oleh para pendiri ini dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembentukan dan Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar Koperasi.
Apabila diperlukan, dan atas permohonan para pendiri, maka Pejabat Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah dalam wilayah domisili para pendiri dapat diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
VII.   Anggaran Dasar Koperasi
Anggaran Dasar Koperasi paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut:
  • daftar nama pendiri;
  • nama dan tempat kedudukan;
  • maksud dan tujuan serta bidang usaha;
  • ketentuan mengenai keanggotaan;
  • ketentuan mengenai Rapat Anggota;
  • ketentuan mengenai pengelolaan;
  • ketentuan mengenai permodalan;
  • ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
  • ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
  • ketentuan mengenai sanksi.
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi harus dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan untuk itu, dan wajib membuat Berita Acara Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha koperasi dimintakan pengesahan kepada pemerintah, dengan mengajukan secara tertulis oleh pengurus kepada Kepala Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Primer dan Sekunder berskala daerah atau kepada Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Sekunder berskala nasional.
VIII.  Pengesahan Badan Hukum
Para pendiri koperasi mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian secara tertulis kepada Pejabat, dengan melampirkan:
  • 2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi satu di antaranya bermaterai cukup (dilampiri Anggaran Dasar Koperasi).
  • Berita Acara Rapat Pembentukan.
  • Surat bukti penyetoran modal.
  • Rencana awal kegiatan usaha.
Bahwa permohonan pengesahan Akta Pendirian kepada pejabat, tergantung pada bentuk koperasi yang didirikan dan luasnya wilayah keanggotaan koperasi yang bersangkutan, dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Kepala Kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kab/Kodya mengesahkan akta pendirian koperasi yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Kabupaten/Kodya.
  • Kepala Kantor Wilayah Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi/DI mengesahkan akta pendirian koperasi Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Propinsi/DI yang bersangkutan dan Koperasi Primer yang anggotanya berdomisili di beberapa Propinsi/DI, namun koperasinya berdomisili di wilayah kerja Kanwil yang bersangkutan.
  • Sekretaris Jenderal Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah (Pusat) mengesahkan akta pendirian Koperasi Sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa propinsi/DI.
Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan oleh Pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.
Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan dan pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

IX. Penutup
Orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama. Hal itu mengandung arti bahwa tidak setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa adanya kejelasan kegiatan atau kepentingan ekonominya.
Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi atau usaha yang sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan memiliki kebutuhan ekonomi yang sama. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi tersebut tidak dalam keadaan cacat hukum, yaitu tidak sedang menjalani atau terlibat masalah atau sengketa hukum, baik dalam bidang perdata maupun pidana. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu memberikan kemanfaatan ekonomi bagi anggotanya.
Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yang didirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan yang handal.
Semoga Makala Ini Bermanfaat.
HWS


[1]* ) Disampaikan Pada “ Pelatihan Manjaemen Usaha dan Strategi Pemasaran”< DI Desa Rumberu, Rumberu, 11 September 2009
**) Sebagai staf Pengajar Pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik dan Sekertaris Lembaga Penelitian Universitas Kristen Indonesia Maluku.

Minggu, 18 November 2012

Cara mengubah file dokumen word 2007 ke word 2003



Secara default file dokumen microsoft word 2007 disimpan dalam format (extension)  .docx. Jadi jika file tersebut dibuka menggunakan microsoft word 2003 maka dokumen yang anda buat di word 2007 tadi tidak akan terbaca di word 2003. Agar dokumen tersebut bisa dibaca oleh word 2003 makan anda bisa melakukan konversi ke format word 2003. Bisa menggunakan fitur konversi file yang ada di word 2007 atau menggunakan aplikasi pihak ketiga baik yang berbayar maupun software gratisan.

Dalam postingan ini kita kan menggunakan fitur konersi file yang ada di word 2007

1. Buka dokumen word 2007 yang akan dikonversi ke word 2003
Klik logo microsoft office  (pojok kiri atas)
Pilih Save atau Save as

2. Pada bagian Save as type pilih "Word 97-2003 Document"
Klik tombol Save untuk menyimpan file

Jika dokument tersebut di buka menggunakan word 2003 akan langsung dikenali karena telah diubah menjadi format word 2003 dengan extension .doc.

Senin, 05 November 2012

4 SUKSES PEMBANGUNAN PERTANIAN


Persoalan Mendasar Sektor Pertanian yaitu :
Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global  Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air. Status dan luas kepemilikan lahan (9,55 juta KK <0.5 ha). Lemahnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional. Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usaha tani.  Lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh.  Masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi. Belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik.  Rendahnya nilai tukar petani (NTP). Belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian. Kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian.
Empat Sukses Pertanian
1.    Swasembada berkelanjutan - Prioritas program pembangunan akan diarahkan untuk mempertahankan swasembada yang sudah dicapai (beras, jagung, gula konsumsi, telur dan daging unggas) dan akan terus memacu produksi kedelai, gula industri, dan daging sapi agar tercapai swasembada pada akhir 2014.
2.    Diversifikasi pangan - Keanekaragaman sumber karbohidrat akan dioptimalkan penggunaannya sehingga sumber pangan karbohidrat tidak lagi melalui bergantung pada beras. Konsumsi beras masih cukup tinggi sekitar 139 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia hanya 90 kg dan Brunei 80 kg. Pemanfaatan sumber karbohidrat lain akan didorong hingga tercapai diversifikasi pangan yang cukup ideal dan proporsional sesuai potensi produksinya. Keragaman budaya didorong untuk menghasilkan aneka pangan nusantara yang menarik dan bergizi seimbang.
3.    Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor Berbagai usaha agribisnis di pedesaan akan dibangun untuk menumbuhkan industri hilir pertanian yang berbasis sumberdaya lokal. Dengan suntikan inovasi teknologi dan manajemen agribisnis, produk-produk yang dihasilkan dikembangkan sehingga punya nilai tambah dan daya saing untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, nasional, regional dan internasional.
4.    Meningkatkan kesejahteraan petani - Melalui revitalisasi penyuluhan dan revitalisasi kelembagaan petani, petani akan dibina melalui kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Pembinaan petani diarahkan agar tercipta petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri, serta mampu memanfaatkan iptek dan sumber daya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi. Pada saat yang sama pemerintah akan mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan. Tujuh Gema Revitalisasi Pertanian
Untuk mendukung empat target sukses,telah ditetapkan tujuh gema revitalisasi. Yaitu, revitalisasi lahan, revitalisasi perbenihan dan pembibitan, revitalisasi infrastruktur dan sarana, revitalisasi sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan pertanian, revitalisasi kelembagaan petani, dan revitalisasi teknologi dan industri hilir. Revitalisasi Lahan, antara lain diwujudkan melalui program verifikasi, audit lahan, serta usaha pencetakan sawah dan lahan pertanian baru. Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, diwujudkan melalui pengembangan riset benih dan bibit, serta program bantuan benih dan bibit. Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, diwujudkan antara lain melalui program perbaikan irigasi desa dan jalan usaha tani serta pengembangan pupuk organik dan rasionalisasi pupuk an - organik.
Sumber : Sinta dll.

Sabtu, 27 Oktober 2012

KELOMPOKTANI SEBAGAI WADAH PARTISIPASI PETANI


Sektor pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan daerah Provinsi Jambi sehingga keberadaan petani sebagai bagian dari pelaku pembangunan menjadi sangat strategis. Upaya peningkatan kesejahteraan petani hanya dapat dilakukan apabila petani memiliki posisi tawar yang kuat dalam proses penetapan kebijakan pembangunan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila petani mempunyai wadah kekuatan bersama yang mapan. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah kelompoktani. Kelompoktani hendaknya tidak saja difungsikan sebagai wadah kerjasama kegiatan usahatani tetapi sekaligus menjadi ajang latihan berorganisasi bagi petani agar dapat berperan lebih baik pada organisasi yang lebih besar. Dengan cara ini diharapkan kelompoktani menjadi salah satu kekuatan sosial dalam pembangunan pertanian. Keberadaan sebagian besar kelompoktani yang ada saat ini belum memperlihatkan wajah yang menggembirakan. Sejumlah kendala sosial budaya masyaraka serta kesalahan dalam pembinaan menjadi faktor penghambat tumbuh dan berkembangnya kelompoktani secara sehat. Oleh karena itu untuk lebih memfungsikan kelompoktani sebagai salah satu wadah partisipasi petani dalam proses pembangunan perlu diterapkan strategi penumbuhan dan pembinaan kelompoktani yang lebih mengandalkan prinsip-prinsip pemberdayaan dengan memperhatikan berbagai aspek budaya masyarakat.



Pendahuluan

Pertanian masih menjadi tulang punggung pembangunan daerah Provinsi Jambi. Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa 64,4% dari seluruh tenaga kerja di wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hanya saja masih terlihat adanya kepincangan dalam kesejahteraan karena jumlah tenaga kerja tersebut hanya menghasilkan 28,29% dari total PDRB (Anonim, 2005). Ini menunjukkan bahwa petani, terutama petani kecil, belum sepenuhnya menikmati hasil pembangunan, yang merupakan salah satu dari tiga kriteria partisipasi dalam pembangunan yaitu: menetapkan sasaran; pelaksanaan kegiatan; dan menikmati hasil pembangunan. Dari ketiga aspek ini, aspek pertama merupakan yang paling penting karena pada tahap ini beneficiary (kelompok sasaran) mendapat kesempatan untuk membuat pilihan terhadap program-program yang lebih berpihak kepada kepentingan mereka. Untuk memungkinkan partisipasi petani kecil dalam proses penetapan sasaran pembangunan perlu adanya wadah yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining power) mereka. Hal ini tidak mungkin dilakukan secara individu tetapi harus melalui kekuatan bersama yang terorganisir secara baik.
Kelompoktani merupakan salah wadah ideal untuk menyatukan kekuatan bersama petani yang dapat digunakan untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Penggunaan istilah kelompoktani sesungguhnya hanya sekedar untuk menggambarkan bahwa organisasi tersebut adalah milik petani. Dalam prakteknya organisasi ini dapat dengan nama apa saja tetapi prinsip penumbuhan dan pengembangannya mengikuti proses apa yang dilakukan pada kelompoktani. Hal itu yang akan diuraikan secara singkat pada bahasan berikut ini. Disamping itu pada bagian awal akan dijelaskan secara teoritis mengenai peran strategis kelompoktani dalam pembangunan.

Partisipasi dalam Pembangunan

Korten (1980) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses dengan mana suatu kelompok masyarakat meningkatkan kemampuan diri dan kelembagaan mereka untuk menggerakan dan mengelola sumberdaya untuk menciptakan kemajuan yang merata dan berkelanjutan terhadap kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri. Menggerakkan kemajuan secara swadaya merupakan tujuan utama dari suatu kegiatan pembangunan (Gow dan Morss, 1988). Efektifitas suatu program pembangunan terlihat dari sejauhmana program tersebut dapat berkelanjutan. Tacconi dan Tisdell (1992) melihat keberlanjutan proyek sebagai kemampuan proyek dalam memberikan manfaat yang berkelanjutan kepada kelompok sasaran, baik selama pelaksanaan maupun purna proyek. Hal ini memerlukan perhatian menyeluruh yang mencakup faktor ekologi, budaya dan kelembagaan. Oleh karenanya untuk mendapatkan proyek yang berkelanjutan, bersamaan dengan pembangunan fisik dalam pelaksanaan proyek, maka diperlukan peningkatan kapasitas sosial masyarakat pada setiap tahapan pembangunan.
Belajar dari proyek pembangunan pedesaan di beberapa negara berkembang, Tacconi dan Tisdell (1992) mencatat bahwa pendekatan cetak biru, dimana proyek diarahkan hanya untuk mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan bantuan dan pelayanan, cenderung menciptakan proyek yang diintroduksi oleh orang luar daripada mengakomodasi keiinginan masyarakat setempat. Dengan pendekatan ini keberlanjutan proyek akan sulit dicapai. Oleh karena itu para ahli sepakat bahwa partisipasi peserta proyek merupakan suatu kebutuhan dalam mencapai keberlanjutan suatu program pembangunan (AIDAB, 1991; Chamala, 1995; Gow dan Morss, 1988; Korten, 1980; Paul, 1989; Petch dan Pleasant, 1994).
PBB mengajukan suatu pendekatan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan dikenal dengan istilah popular participation, yang mengacu pada tiga aspek saling terkait: (i) persamaan kesempatan dalam menikmati hasil pembangunan; (ii) pemerataan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan pembanguan; dan (iii) pemerataan keterlibatan dalam proses pengabilan kebijakan pembangunan. Yang perlu digarisbawahi bahwa partisipasi dalam perencanaan merupakan tahap yang paling penting karena hal ini memberi arti pada kegiatan yang lebih luas daripada hanya sekedar membuat pilihan dari program yang telah dipersiapkan oleh pemerintah. Proses perencanaan ini meliputi tiga tahap: (i) memilih alternatif yang disiapkan; (ii) menentukan cara yang terbaik untuk menerapkan keputusan yang telah ditetapkan; serta (iii) mengevaluasi tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan (the United Nations, 1981). Untuk itu jangan berharap petani dapat berpartisipasi dalam pembangunan apabila mereka tidak didorong untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka.
Menumbuhkan keberanian masyarakat mengutarakan pendapat mereka merupakan kunci keberhasilan partisipasi dalam perencanaan. Oleh karena itu Rahman (1990) menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat untuk mampu menjelaskan dan mengutarakan arti pembangunan sosial bagi mereka sesungguhnya merupakan inti dari pembangunan sosial itu sendiri. Untuk melihat sejauh mana pemberdayaan itu dapat ditumbuhkan dapat dilihat dari tiga faktor: (1) Organisasi bagi anggota masyarakat, meliputi kemampuan mereka dalam mengelola organisasi dan menjalin kerjasama dengan organisasi lain; (2) Kewaspadaan sosial (social awardeness), yaitu pengertian masyarakat terhadap fungsi mereka dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini diperlukan untuk meningkatkan rasa kesetaraan antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya; (3) Rasa percaya diri (self reliance), yaitu kombinasi dari kekuatan sosial dan mental yang muncul dari solidaritas, kebersamaan dan kerjasama untuk maju serta melawan dominasi pihak lain.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa organisasi sosial yang dikontrol oleh masyarakat merupakan suatu dasar yang dibutuhkan dalam partisipasi yang efektif. Organisasi semacam ini sangat penting untuk memungkinkan masyarakat desa yang rentan dalam menyampaikan pendapat, memobilisasi sumberdaya dalam kegiatan swadaya serta menyalurkan aspirasi mereka dalam pengambil kebijakan politik dan ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi (Korten, 1980). Untuk mengharapkan petani kecil berpartisipasi aktif dalam perencanaan merupakan hal yang tidak realistis. Di negara maju para petani telah mampu mengorganisasi diri sehingga dapat menjadi kelompok penekan (pressure group) dalam menyalurkan aspirasi mereka, tetapi di negara berkembang para petani tidak terorganisasi secara baik untuk tujuan semacam ini. Untuk itu maka keterlibatan dalam kelompoktani merupakan media belajar yang baik untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan (Adams, 1982).
Pranadji (2003 meyakini bahwa proses marjinalisasi (pemiskinan) petani Indonesia selama ini erat kaitannya dengan lemahnya pembinaan kelembagaan petani. Dikatakannya bahwa kerapuhan kelembagaan memiliki peran besar dalam mengganjal perkembangan perekonomian (pertanian dan) pedesaan. Jika sistem kelembagaan suatu masyarakat dibiarkan rapuh, maka program pengembangan teknologi, inovasi dan investasi apapun tidak akan mampu menjadi “mesin penggerak” kemajuan ekonomi yang tangguh. Kemudian ia juga menegaskan bahwa jika saja aspek kelembagaan ini sejak awal menjadi “penggerak utama” pembangunan pertanian dan pedesaan di negara kita maka tidak tertutup kemungkinan kemajuan bangsa Indonesia tidak akan kalah dengan Malaysia, Taiwan dan bahkan Jepang.

Peran Kelompoktani

Ketentuan mengenai kelompoktani secara garis besar telah diatur oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan nomor: 41/Kpts/ OT.210/1/92 tanggal 29 Januari 1992 tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani – Nelayan. Di dalam SK tersebut dicantumkan definisi Kelompoktani – nelayan adalah kumpulan petani nelayan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya), keakraban dan keserasian, yang dipimpin oleh seorang ketua. Dijelaskan juga di dalam SK tersebut bahwa kelompoktani bersifat non-formal dalam arti tidak berbadan hukum tetapi mempunyai pembagian dan tanggung jawab atas dasar kesepakatan bersama baik tertulis ataupun tidak.
Kata “kelompok” pada kelompoktani mencermin penegasan bahwa wadah kerjasama ini lebih dekat kepada kelompok sosial daripada organisasi. Artinya kelompoktani lebih mementingkan aspek ikatan sosial antar anggotanya daripada struktur organisasinya. Tetapi pada kenyataannya pembinaan kelompoktani diarahkan untuk mengembangkan suatu organisasi yang mempunyai tujuan, struktur organisasi, pembagian tugas pengurus yang jelas serta kelengkapan administrasi yang baik. Oleh karena itu mengacu kepada Wursanto (2003), maka berdasarkan pembentukannya kelompoktani dikategorikan sebagai organisasi non-formal sedang ditinjuak dari tingkat keresmiannya kelompoktani tidak lagi dapat dikategorikan sebagai organisasi informal tetapi sudah mengarah kepada organisasi formal.
Secara garis besar peran kelompoktani adalah:
(a) Sebagai kelas belajar – mengajar. Kelompoktani merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam berusahatani – nelayan yang lebih baik dan menguntungkan, serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.
(b) Sebagai unit produksi usahatani – nelayan. Kelompoktani merupakan satu kesatuan unit usahatani – nelayan untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan.
(c) Sebagai wahana kerjasama. Kelompoktani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama anggota dan antara kelompok dengan pihak lain.
Tidak banyak diketahui mengenai keadaan kelompoktani di Provinsi Jambi saat ini. Suatu penelitian pendahuluan mengenai kelompoktani di Provinsi Jambi dilakukan oleh Jamal (2004) dapat dijadikan salah satu gambaran. Dengan menggunakan tiga indikator kinerja kelompoktani yaitu pertemuan rutin, pengelolaan uang kas dan pergantian pengurus dari 2.326 kelompoktani yang diamati diperoleh 53,02 % kelompok tidak mempunyai kegiatan pertemuan rutin, 58,12% tidak mengelola uang kas, dan 61,99% tidak melakukan pergantian pengurus secara rutin. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh kelompoktani yang diamati sesungguhnya tidak berjalan secara aktif. Melihat kenyataan di lapangan dari kelompoktani yang selama ini sudah ada memang belum banyak dapat diharapkan untuk bisa berkembang dengan baik. Paling tidak ada empat faktor yang menjadi penghambat tumbuh dan berkembangnya kelompoktani secara benar:
(a) Selama pemerintahan Orde Baru organisasi yang berbasis masyarakat kurang diberi kebebasan untuk berkembang oleh pemerintah. Pembentukan organisasi kemasyarakatan terkesan harus dilakukan oleh pemerintah dan hanya diperbolehkan jika memenuhi kepentingan pemerintah. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak terbiasa menumbuhkan sendiri organisasi yang mereka butuhkan sehingga sangat sedikit memiliki pengalaman berorganisasi.
(b) Pendidikan formal di negara kita kurang mengajarkan kepada muridnya untuk mampu berkomunikasi dengan baik. Seperti umumnya kita temui di sekolah-sekolah, murid dididik untuk selalu menerima dan tidak diberi cukup kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Proses pendidikan seperti ini telah melahirkan generasi yang kurang mampu berkomunikasi dan menyampaikan pendapat secara baik. Kekurangmampuan dalam berkomunikasi ini menjadi faktor penghambat berkembangkan suatu organisasi karena komunikasi merupakan sarana utama tumbuhnya kebersamaan di dalam organisasi.
(c) Banyaknya ditemui penyimpangan yang dilakukan oleh oknum aparatur pemerintah selama ini, dengan membentuk berbagai kelompoktani tanpa memperhatikan hakikat keberadaan organisasi tersebut. Kelompoktani dibentuk hanya untuk kepentingan proyek dalam menyalurkan bantuan pemerintah. Karena pembentukan organisasi ini tidak melalui proses yang benar maka banyak diantaranya kemudian bubar, bahkan disalah gunakan oleh oknum tertentu. Pengalaman buruk seperti ini membuat masyarakat memiliki pemahaman yang salah terhadap keberadaan kelompoktani.
(d) Kuatnya budaya paternalistik (patuh kepada tetua dan tokoh masyarakat) di sebagain besar masyarakat Indonesia. Budaya ini cenderung akan melahirkan sikap ewuh pakewuh yang akan memberi peluang kepada kelompok elit untuk mengendalikan jalannya organisasi.
Dengan kondisi seperti yang dijelaskan diatas maka penumbuhan dan pengembangan kelompoktani memerlukan strategi serta sistem pembinaan yang lebih terencana dan terintegrasi. Pembinaan kelompoktani tidak bisa dilakukan hanya dengan mennggunakan kekuatan eksternal tetapi harus lahir dari kebutuhan bersama dan keswadayaan para anggotanya. Yang lebih penting lagi kegiatan kelompoktani harus betul-betul mencermin aspirasi anggotanya sehingga iklim demokrasi yang disertai ikatan kekeluargaan menjadi sangat penting.

Strategi Penumbuhan dan Pengembangan

Melihat pentingnya kelompoktani dalam pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan dan pertanian, maka diperlukan upaya penumbuhan dan pengembangan kelompoktani secara terintegrasi dengan pembangunan pertanian. Dari sisi penumbuhannya, kelemahan paling mendasar dari kelompoktani yang ada saat ini umumnya dikarenakan penumbuhannya yang tidak mengikuti proses yang benar. Instansi pembina biasanya hanya ingin cepat-cepat ada kelompoktani begitu anggaran untuk bantuan kepada petani tersedia. Praktik semacam ini hendaknya diubah dengan cara menumbuhkan kelompoktani betul-betul secara alami yaitu dari kesadaran atas adanya kebutuhan bersama. Chamala dan Keith (1995) memperkirakan perlu waktu sekitar 6 bulan untuk memulai suatu kegiatan kelompoktani, yang diawali dari mencari dukungan dari anggota dan tokoh masyarakat sampai melakukan kegiatan awal yang dirancang secara bersama.
Kelompoktani dapat juga ditumbuhkan dari kelompok kerja yang ada di masyarakat. Di masyarakat pedesaan ditemui berbagai kelompok kerja yang dibentuk atas kebutuhan kerja bersama seperti untuk mengolah lahan, memanen padi dan penyediaan sarana produksi. Pada masyarakat pedesaan Jambi dikenal suatu kelompok kerja dengan istilah “pelarian”. Melalui kelompok kerja inilah kemudian dibangun kesepakatan yang selanjutnya dikukuhkan dengan suatu aturan yang lebih formal dalam kelompoktani.
Dari sisi pengembangannya, yang sangat perlu diperhatikan adalah pembinaan yang terus menerus terhadap manajemen kelompok. Belajar dari pengalaman mengevaluasi kegiatan kelompoktani di beberapa negara berkembang maka Oxby (1983) mencatat bahwa inisiatif pemerintah untuk membentuk suatu kelompok bukan merupakan masalah yang dapat menghambat keberlanjutan kelompok, asalkan kemudian diikuti dengan upaya pembinaan untuk menjadikan kelompok tersebut sepenuhnya mandiri dan didukung oleh para anggotanya. Selain itu kelompok cenderung lebih efektif dan berkelanjutan apabila memiliki hubungan melembaga dengan organisasi setempat sehingga kelompok diakui keberadaannya di tingkat lokal. Hubungan melembaga dapat antara kelompoktani dengan organisasi di luar kelompoktani seperti PKK, Pemerintahan Desa dan LSM. Sedangkan kerjasama melembaga antar kelompoktani diharapkan dapat melahirkan berbagai kegiatan gabungan kelompoktani seperti koperasi dan asosiasi kelompoktani. Melalui hubungan melembaga inilah kemudian kelompok dapat berkembang untuk berperan pada cakupan yang lebih luas, bahkan dapat menjadi bagian dari kekuatan politik petani.
Masalah komunikasi di dalam kelompok perlu menjadi perhatian utama karena hambatan sosial dalam berkomunikasi dapat menjadi kendala serius terhadap keberlangsungan kelompok. Hal ini tentunya tidak terlepas dari budaya paternalistis yang umum ditemui di sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk itu pembinaan yang mendorong anggota kelompok agar mampu berkomunikasi dengan baik menjadi kunci keberhasilan pembinaan manajemen kelompoktani. Pembinaan dapat dilakukan melalui pelatihan ataupun dengan membentuk kelompok yang lebih homogen. Kelompok yang homogen, dengan anggota yang merasa lebih setara, dapat mengurangi rasa ewuh pakewuh yang berpotensi menjadi penghalang jalannya komunikasi secara efektif.

Penutup

Demikianlah uraian singkat mengenai pentingnya kelompoktani serta upaya untuk memfungsikan kelompoktani sebagai salah satu instrumen kelembagaan petani dalam mendukung pembangunan daerah khususnya, serta pembangunan nasional umumnya. Uraian ini tentunya memerlukan tambahan masukan dari berbagai pihak agar dapat diimplementasikan menjadi suatu acuan kebijakan yang lebih operasional.
Daftar Pusataka

Adams, M.E. 1982. Agricultural Extension in Developing Countries. Intermediate Tropical Agricultural Series. Longman.
AIDAB. 1991. Social Analysis and Community Participation: Guideline and Activity Cycle Checklist. AIDAB.
Anonim, 2005. Rencana Pembanguan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Jambi 2006 – 2010. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.
Chamala, S. 1995. Overview of participative action approaches in Australian land and water management. In: Chamal, S dan K. Keith (eds) Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Chamala, s dan Keith, K. 1995. Participative Approaches for Landcare. Australian Academic Press. Brisbane.
Gow, D.D. dan E.R. Morss. 1988. The notoriuos nine: Critical problems in project implementation. World Development. Vol. 16(12): pp. 1399-1418.
Korten, D.C. 1980. Community organisation and rural development: a leraning process approach. Public Administration Review. Vol. 40(5): pp. 480-511.
Jamal, H. 2004. Studi Pendahuluan Kinerja Kelompotani di Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu (PLTT) dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi tanggal 13-14 Desember 2004 di Jambi: pp. 314-318. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Oxby, C. 1983. “Farmer groups” in Rural Areas of Third World. Community Development Journal. 18(1): 50-59.
Paul, S. 1989. Poverty alleviation and participation: the case for government-grassroots agency collaboration. Economic and Political Weekly. January 14: pp. 100-106.
Petch,B. Dan J. Mt. Pleasant. 1994. Farmer-controled diagnosis and experimentation for small rural development organisations. Journal for farming Systems Research-Extention. Vol. 4(2): pp. 71-81.
Pranadji, Tri. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Deptan. Bogor.
Rahman, M.A. 1990. Qualitative dimensions of social development evaluation: tehmatic papaer in: Marsden, D. And P. Oaxley (eds.). Evaluating Social Development Projects. Oxfam. Oxford. Pp. 40-50.
Tacconi, L. Dan C. Tisdell. 1992. Rural Development Project in LDCs: appraisal, participation and sustainability. Public Administration and Development. Vol. 12: pp.267-178.
The United Nations. 1981. Popular Participation as A Strategy for Promoting Community-level Action and National Development . The United Nations. New York.
Wursanto, Ig, 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta

(Diterbitkan pada majalah “Jambi Prospektif” Edisi I nomor 9 tahun 2007)